POSBUMI.COM, JAKARTA – Presiden Joko Widodo kembali digugat ke Mahkamah Agung (MA) karena menaikkan tarif Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Jokowi digugat oleh warga Surabaya bernama Kusnan Hadi, dengan kuasa hukum Singgih Tomi Gumilang, S.H bersama Tim Advokat lainnya melalui kantor Advokat “SHOLEH & Partners” yang berkantor di Surabaya
Kuasa hukum pengguat juga menyampaikan kritik kepada pemerintah, mengenai fungsi BPJS Kesehatan untuk masyarakat. Menurutnya, kenaikkan BPJS itu dinilai bertentangan dengan Pasal 4 (Huruf c,d dan e) UU No 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan Pasal 4 (huruf c,d dan e) UU 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
Tim Advokat Sholeh & Partners mengajukan Permohonan Uji Materiil Pasal 34 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), ayat (6), ayat (7), ayat (8), dan ayat (9) Peraturan Presiden No 64 tahun 2020 tentang Perubahan ke dua atas Peraturan Presiden No 82 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2020 Nomor 130). Terhadap Pasal 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dan Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang No 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Adapun Permohonan Uji Materi ini diajukan ke Mahkamah Agung Republik Indonesia.
Pemohon merupakan Ketua Paguyuban Warung Kopi Surabaya, dimana pemohon sangat berkepentingan terhadap diberlakukannya Peraturan Presiden No 64 tahun 2020 tentang Perubahan ke dua atas Peraturan Presiden No 82 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2020 Nomor 130).
Menurutnya, meskipun sudah dibatalkan oleh Mahkamah Agung, termohon pada tanggal 5 Mei 2020 mengeluarkan Peraturan Presiden No 64 tahun 2020 tentang Perubahan ke dua atas Peraturan Presiden No 82 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
“Tapi sayangnya isi dari Peraturan Presiden No 64 tahun 2020 justru isi substansinya sama dengan Peraturan Presiden No 75 tahun 2019 yang telah dibatalkan oleh Mahkamah Agung, yaitu terkait kenaikan iuran BPJS Kesehatan hal ini bisa dilihat dalam kentuan Pasal 34 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), ayat (6), ayat (7), ayat (8) dan ayat (9) Peraturan Presiden No 64 tahun 2020,” ucap Singgih Tomi Gumilang, S.H
Tum Advokat berpendapat Kewajiban Negara bukan kewajiban warga Negara, bahwa, penyediaan fasilitas kesehatan menjadi tanggung jawab negara sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 34 ayat (3) UUD 1945 harus dimaknai kewajiban Negara, bukan kewajiban warga negara. TERMOHON tidak tidak bisa membedakan apa itu kewajiban negara, apa itu kewajiban warga negara. Terkait fasilitas kesehatan yang layak adalah kewajiban negara. Sementara membayar pajak adalah kewajiban warga Negara. Nah dari hasil kewajiban pembayaran pajak oleh warga negara, maka negara mengelola keuangan hasil pembayaran pajak digunakan untuk pembangunan fasilitas kesehatan seperti rumah sakit.
“Menjadi aneh dan double kewajiban jika warga negara sudah diwajibkan membayar pajak, juga diwajibkan pula membayar iuran BPJS kesehatan sebagaimana ditegaskan Peraturan Presiden No 75 tahun 2019,” ujarnya
Ia meminta kepada Presiden Republik Indonesia segera mencabut Peraturan Presiden No 64 tahun 2020 tentang Perubahan ke dua atas Peraturan Presiden No 82 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2020 Nomor 130)
“Apabila Mahkamah Agung berpendapat lain, mohon diberi keputusan yang seadil-adilnya,” tutupnya