POSBUMI.COM, KOTA TANGERANG – Akhir dari periode Kepemimpinan Jokowi, Pemerintah telah menggulirkan wacana terkait dengan asuransi ” Third Party Liability ( TPL ) “. Seperti biasa setiap akan muncul kebijakan dapat dipastikan akan menimbulkan pro kontra di masyarakat.
Pengertian TPL sendiri adalah asuransi yang menanggung risiko tuntutan ganti rugi dari pihak ketiga, jika kendaraan menyebabkan kerugian pada orang lain.
Contoh kasusnya, jika seseorang mengalami kecelakaan lalu lintas, korban juga mengalami kerugian material, seperti kerusakan fasilitas atau kendaraan, maka korban bakal menerima penggantian kerugian material dan mendapat santunan dari asuransi. Rencananya asuransi TPL merupakan kewajiban bagi pemilik kendaraan bermotor, seperti motor dan mobil, yang akan diberlakukan mulai Januari 2025.
Data Korlantas Polri bulan Februari 2024 populasi berbagai jenis kendaraan bermotor di semua wilayah Indonesia, tepatnya di 34 provinsi berjumlah 160.652.675 unit. Misal premi Ratas 50 ribu/thn, maka total nilai premi 803.263.3750000 = 8.032.633.750.000 atau sekitar 8 trilyun tiga puluh dua milyar lebih/tahun. Data kecelakaan lalu lintas di Indonesia berdasarkan Korlantas Polri yang diakses pada Selasa 22 Agustus 2023 pukul 12.00 WIB. Kecelakaan mengakibatkan 782 orang meninggal, 9.053 orang luka ringan, dan 779 orang luka berat. Dengan Asumsi klaim dapat dilakukan untuk kategori korban meninggal dan luka berat serta ratas klaim 50 juta – baca juga Peraturan Menteri Keuangan RI, No.15 dan 16/PMK.10/2017 Tanggal 13 Februari 2017, Besaran Santunan Bagi Korban Kecelakaan Lalu Lintas Darat/Laut/Udara. – , maka nilai klaim 1.561 x 50 JT.= 73.050.000.000 utk bulan Agustus. Asumsi untuk setahun sebesar 876.600.000.000. Artinya dalam 1 tahun klaim yg dibayarkan kurang dari 1 trilyun, dengan kata lain sisa premi dalam 1 tahun masih sekitar 7 trilyun.
Dalam Peraturan Menteri Keuangan RI, No.15 dan 16/PMK.10/2017 Tanggal 13 Februari 2017, Besaran Santunan Bagi Korban Kecelakaan Lalu Lintas Darat/Laut/Udara, memang belum tercantum klausul tentang penggantian kerugian material sebagai akibat kecelakaan lalu lintas tersebut. Dengan asuransi TPL, maka pihak korban juga bisa mengkalim kerugian material ke pihak asuransi.
Data dari Korlantas Polri, sepanjang tahun 2023, kerugian material akibat kecelakaan lalu lintas mencapai 500 miliar. Andaikan kerugian material ini dalam asuransi TPL, sisa premi yang dalam 1 tahun sangat besar yaitu sekitar 6.500.000.000.000,-
Ini merupakan dana yg sangat murah yg diperoleh dari kebijakan kewajiban asuransi TPL kendaraan bermotor ( kalau payung hukumnya disetujui oleh stake holder ), itupun kalau premi setahun/kendaraan Ratas 50 ribu. Bayangkan kalau preminya seperti yang diwacanakan sekitar 300 ribu/kendaraan, maka Premi yang dihimpun dalam 1 tahun sekitar 48 trilyun ( belum dikurangi biaya klaim korban dan klaim kerugian material ).
Mencermati laba BUMN terbesar selama tahun 2023, maka laba BUMN di urutan ke 7 adalah BNI dengan perolehan laba 20,7 trilyun, posisi ke 8 dst dibawah angka 7 trilyun. Artinya dengan kewajiban asuransi kendaraan dan dengan perhitungan diatas untuk asumsi premi sebesar 50 ribu/kendaraan/tahun, maka siapapun yg ditunjuk untuk mengelola premi asuransi kendaraan secara kasar sudah mampu membukukan laba sebesar 7 trilyun setiap tahun. Bisa dibayangkan kalau preminya sebesar 300 ribu/kendaraan/tahun, maka perusahaan asuransi yang ditunjuk bisa masuk kategori 4 BUMN yang memperoleh laba terbesar. Apalagi kalau premi ini setiap awal tahun dimasukkan dalam investasi yang aman berupa Deposito – yg tidak mengalami fluktuasi seperti saham di pasar modal – tentunya keuntungan akan relatif bertambah. Disini Pihak Asuransi yang ditunjuk tinggal duduk manis, dan dapat dipastikan tidak ada beban biaya operasional sedikitpun, tidak perlu ada biaya promosi, biaya marketing dsb, cukup tenaga kerja yg ada untuk lebih dioptimalkan. Toh tinggal menampung dana preminya ke rekening pihak asuransi dan selanjutnya memindahkan ke Deposito di Bank Plat Merah.
Besarnya Premi kewajiban asuransi bagi kendaraan bermotor ini tentunya – jangan munafik – akan terjadi perlombaan antar lembaga asuransi untuk ditunjuk sebagai pengelola. Disini akan terjadi posisi” tawar menawar ” siapa yang bisa memberikan fee terbesar pada orang yang punya kewenangan, maka tidak dipungkiri akan menjadi pemenang untuk mengelola dana premi tersebut. Disini rawan terjadinya ” Suap/Fee ” dan sebagainya, baik pada saat proses mengikuti penunjukkan pengelola dana premi, maupun saat pihak pemenang menempatkan dana preminya ke pihak perbankan. Biasanya biaya Fee atau Suap akan masuk dalam pos biaya lainnya dan tidak akan secara tersirat mencantumkan biaya Fee/Suap, baik di laporan Laba/Rugi dari pihak Asuransi pemenang pengelola dana premi maupun dari pihak bank dimana dana premi tersebut ditempatkan.
Mengingat beberapa kasus korupsi, suap/fee, salah penempatan dana dalam investasi dll yang terjadi akhir akhir ini seperti di Asuransi Jiwasraya kerugian negara ditaksir 16-17 triliun, Asabri sekitar 23 triliun, Jasindo 45 miliar dll. Karena itu khususnya bagi asuransi yg ditunjuk mengelola dana premi asuransi kendaraan wajib (1). Membuat laporan setiap bulan atas pengelolaan dana premi dimaksud. Satu dan lain agar Fraud yang terjadi dapat dicegah secara dini. (2). Perlu aturan yang tegas sebagai payung hukum terutama tentang kriteria yang harus dipenuhi dalam hal penempatan dana khususnya di pasar modal. Misal tingkat kesehatan dari saham, portofolio asset dari perusahaan yang menerbitkan saham dimaksud, perkembangan neraca dan rugi labanya selama 5 tahun terakhir dll. (3). Penempatan dana premi dimaksud harus berdasarkan prinsip ke hati hatian dengan analisa yang mendukung untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap dunia asuransi. (4). Window dreesing atau pembukuan ganda dilarang, apabila diketemukan adanya window dreesing, maka pelaku ( orang yang terlibat sampai dengan yang menyetujui ) diberikan sanksi denda sebesar 10 milyar dan pidana 10 tahun. (5). Direktur Kepatuhan wajib melaporkan penyimpangan yang terjadi dalam pengelolaan dana premi tersebut, selambat lambatnya 2 bulan terhitung terjadinya penyimpangan. Apabila tidak melaporkan atau terlambat melaporkan, maka diberhentikan dengan tidak hormat. (6). Apabila terjadi kerugian/Fraud dalam mengelola dana premi tersebut sebagai akibat kesalahan manajemen, maka segenap jajaran Direksi maupun Komisaris wajib bertanggung jawab sampai harta pribadinya. (RED)