Dorongan Pencabutan Perpres 10/2021 Tentang Miras Bisa Jadi Bumerang

0
1009

Minuman Beralkohol Khas Nusantara

Seseorang yang tengah menuangkan minuman dalam sebuah jamuan nampak pada sisi sebelah kanan panil relief Karmawibhangga di kaki Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah

Negeri ini sangat kaya. Terdapat sebuah gua di mana air garam keluar dengan sendirinya. Orang-orang di negeri ini membuat arak dari bunga pohon kelapa yang menggantung. Panjang bunganya lebih dari tiga kaki. Tebalnya sebesar lengan orang dewasa. Untuk menjadi arak, bunganya akan dipotong dan niranya dikumpulkan. Rasanya manis. Jika mereka meminumnya, mereka cepat mabuk.

Proses pembuatan minuman memabukan itu tertulis dalam catatan Sejarah Lama Dinasti Tang (618-907) dan Sejarah Baru Dinasti Tang. Penulisnya membicarakan negara bernama Ho-ling atau Kalingga yang terletak di sebelah timur Sumatra dan sebelah barat Bali.

Dari Nusantara, sumber-sumber tertulis tertua tentang tuak berasal dari abad ke-10 hingga abad ke-14. Artinya, itu dari masa Kerajaan Mataram Kuno (Medang) hingga Kerajaan Majapahit.

Konsumsi alkohol adalah 1,5 liter per orang di Turki, yang merupakan salah satu jumlah tertinggi di Timur Tengah. Turki adalah negara sekuler dan meskipun sebagian besar penduduknya beragama Islam, konsumsi rakı yang merupakan minuman beralkohol merupakan bagian penting dari budaya makanan Turki. Konsumsi alkohol dipraktikkan secara luas di Kekaisaran Ottoman .

Sejauh mana sejarah dan perkembangan Minuman keras/beralkohol, saat ini masih ada saja masalah Miras dan berakhir dengan pembatalan Perpres 10/2021

Terima kasih untuk Pembatalan Perpres 10/2021. Perlu diperjelas duduk persoalan mengenai pembatalan Perpres 10/2021. Tujuannya agar kita bijak bersikap. Apakah sudah benar langkah kita menolak atau sudah benar perpres itu.

Pertama. Perpres 10/2021 itu diterbitkan berdasarkan UU Cipta Kerja. Pada Pasal 12 ayat (1) UU Cipta Kerja menyebutkan, semua bidang usaha terbuka bagi kegiatan penanaman modal, kecuali bidang usaha yang dinyatakan tertutup untuk penanaman modal atau kegiatan yang hanya dapat dilakukan oleh pemerintah pusat. Nah Perpres itu adalah turunan dari UU Cipta kerja yang harus dilaksanakan oleh Pemerintah. Dalam hal ini Jokowi tidak salah. Sangat berniat baik.

Kedua. Apakah bijak bila Lampiran Perpres 10/2021di bagian ketiga nomor 31,32,33 itu dicabut. Artinya tidak adalagi izin investasi miras khusus kepada Provinsi Bali, Provinsi Nusa Ternggara Timur (NTT), Provinsi Sulawesi Utara, dan Provinsi Papua. Tetapi bisa dilakukan dimana saja. Berdasarkan aturan yang lama saja sudah ada 109 izin untuk minuman beralkohol di 13 provinsi. Apalagi tidak ada aturan pada perpres. Ya akan semakin ramai investasi miras.

Ketiga. Dengan tidak adanya Perpres 10/2021 maka Pasal 12 ayat (1) tidak ada pembatasan atau pengaturan pemerintah pusat untuk bidang investasi Miras. Memang hak bupati dan Gubernur ikut terlibat dalam proses perizinan. Apa jaminannya mereka tidak akan meloloskan izin tersebut. Ormas atau LSM? apa jaminannya tidak terpengaruh lobi pengusaha yang mau bangun pabrik Miras.

Keempat. Berkaitan miras ini ada dua hal, yaitu produksi dan perdagangan. Kalau produksi dilarang. Bagaimana dengan perdagangan? Selama ini perdagangan miras marak. Pedagang dapatkan miras dari Impor. Dasar hukumnya kuat. Yaitu perpres Perpres Nomor 74 Tahun 2013 yang ditandatangani oleh SBY tanggal 6 Desember 2013.

Dengan empat hal tersebut diatas, maka soal sikap ormas islam yang menolak perpres 10/2021, ini *blessing in disguise* bagi pengusaha miras dan tentu Pemerintah. Jalan toll tecipta bagi investasi miras dan lainnya. Terimakasih Tokoh Agama kalian sangat bijak kepada pengusaha miras dan Pemerintah. Sehat selalu ya…

Sekarang kita BONGKAR KENAPA MEREKA NGOTOT JOKOWI HARUS BATALKAN PERPRES ITU…..

Tahukah anda apa judul Prepres No 10 tahun 2021?

Peraturan Presiden Republik Indonesia nomor 10 tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal.

“Bagaimana dengan Perpres Nomor 74 tahun 2013 ?”

Perpres nomor 74 tahun 2013 tentang Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol.

Jelas sekali bahwa dalam judul Perpres no 10 tahun 2021 itu tak tertulis kata atau kalimat terkait miras atau minuman beralkohol sementara Perpres no 74 tahun 2013 secara eksplisit disebut.

“Di manakah kata alkohol disebut pada Perpres no 10 tahun 2021 disebut dan kenapa justru berakibat protes?”

Pada halaman 4 Lampiran III atas Perpres nomor 10 tahun 2021 itu. Mereka yang protes karena takut, sejatinya hanya karena tidak membaca dengan seksama. Sementara, mereka yang menjadi kompor, jelas karena ruang mereka mendapat untung dibatasi oleh negara.

Memang berapa halaman totalnya?

Perpres no 10 tahun 2021 terdiri dari144 halaman. Komplit plit dengan segala rincian layaknya UU yang baik. Sementara Perpres no 74 tahun 2013 hanya terdiri dari 7 halaman saja.

“Apa sih perbedaan nyata antara kedua Perpres itu?”

Pemberian kewenangan. Pada Perpres no 74 tahun 2013, Bupati, Wali kota di daerah-daerah, serta gubernur dapat menentukan tempat di mana minuman beralkohol boleh diperjualbelikan atau dikonsumsi.

Syaratnya sederhana saja, tidak berdekatan dengan tempat peribadatan dan sekolah.

Sementara, pada Perpres no 10 tahun 2021 kewenangan memberi ijin hingga produksi yang boleh diatur oleh Kepala Daerah seperti Bupati dan Wali Kota diambil dan dibatasi hanya di 4 Propinsi saja. Bali, NTT, Papua dan Sulawesi Utara dengan maksud menghargai tradisi lokal.

“Nanti dulu.., berarti ini sebenarnya adalah aturan melarang atau membatasi peran para Bupati dan Wali Kota untuk memberi ijin pada kegiatan seperti itu kecuali pada 4 Provinsi itu

“Berarti perpres Jokowi yang ini sebenarnya justru lebih berpihak pada mereka yang keberatan dong? Kenapa mereka malah protes?”

Itulah untungnya tinggal pada masyarakat yang hobi baca judul.

Tidak seksi kalau yang dijadikan narasi berita adalah larangan atau pembatasan minuman alkohol. Jokowi justru naik daun dong? Mumpung ada disebut alkohol dalam UU itu, meski secuil, itu yang dijadikan zoom. Itu yang jadi judul dalam banyak opini mereka.

Kini kita kembali pada aturan lama. Bupati, Wali Kota di semua daerah di Indonesia boleh membuat kebijakan atas peraturan tersebut.

Kita kembali pada keadaan dimana Pemda di berbagai wilayah Indonesia, dan di berbagai tingkatan, bisa berinvestasi, atau mengizinkan investasi pada industri miras, secara terbuka atau diam-diam.

Ingatkah bahwa pada Oktober 2020 yang lalu gubernur Jakarta memperpanjang kepemilikan saham di Anker Bir sebesar 26.25%?

Pernahkah anda membaca berita bahwa pemerintah Kabupaten Mojokerto sedang mempersiapkan izin industri miras pada akhir 2020 kemarin dengan alasan kebetulan di sana ada pabrik gula, yang ampas produksinya bisa dimanfaatkan?

Tahukah anda bahwa ada sekitar 109 investasi pada bidang itu pada 13 Provinsi hingga saat ini? Lalu dengan seluruh Kepala daerah masih memiliki kuasa memberi ijin karena sebab dihapusnya Perpres itu, apakah tidak justru makin menggila?

“Jadi, siapa paling dirugikan?”

Melalui Perpres 10 tahun 2021 tersebut, pemerintah berusaha membuat daftar usaha yang tidak boleh lagi dikuasai oleh perusahaan besar, melainkan hanya boleh ditangani oleh usaha mikro, kecil dan menengah, serta koperasi.

UU Cipta Kerja dan Perpres no 10 tahun 2021 dengan sangat jelas mendefinisikan apa itu usaha mikro, kecil, dan menengah secara jauh lebih rinci dibanding definisi sebelumnya.

Ini semua dimaksudkan agar tidak ada pengusaha besar yang membuat UMKM dan bersembunyi di belakangnya.

Batas modalnya pun dibuat tinggi, yaitu usaha mulai dari Rp 10 milyar kebawah harus diserahkan ke UMKM dan koperasi.

Tapi, apa yang terjadi? Mereka sibuk melihat hanya pada halaman 4 lampiran III. Ada hal yang seksi di sana, Perpres Jokowi menyebut minuman “tak halal”

Yang untung adalah para pemain lama yang sudah kelelep banyak untung dan namun masih minta lagi. Ada triliuan rupiah uang berputar pada bisnis itu dan mereka memanfaatkan Kepala Daerah sebagai pemilik kebijakan

“Tapi ada baiknya juga kan daripada demo gila-gilaan datang lagi? Ini masalah miras loh..!!”

Tergantung siapa yang melihat. Sekaligus juga tergantung posisi pak Jokowi.

Sepertinya posisi beliau juga belum begitu kuat, meski sudah membubarkan mereka yang jagoan dan arogan

Ada harga ada rupa, tapi percayalah, beliau tahu jalan mana yang paling tepat bagi cara kakinya menapak dan melangkah.

Pada intinya gonjang ganjing miras diatas , dimana perpres JKW yg sdh dicabut tsb justru sebenarnya ingin memyelamatkan Indonesa agar jangan semakin bebas, sebebas bebasnya bisa investasi miras (tidak dibatasi di 4 Propinsi saja) seperti perpres SBY 2013 yg berlaku diseluruh Indonesia tergantung kebijakan kepala daerah masing-masing (Sate Jawa/WWT/SDJ)

Satrio Dj, Sekum Gerakan Masyarakat Bela Negara

Penulis: Satrio Dj, Sekum Gerakan Masyarakat Bela Negara

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here