Hari Ginjal Sedunia, Ribka Tjiptaning: Kemenkes Harus Tingkatkan Layanan Preventif dan Promotif

0
721

POSBUMI.COM, JAKARTA – Kementerian Kesehatan harus meningkatkan kinerjanya dalam menjalankan pelayanan kesehatan mengutamakan preventif dan promotif. Perintah UU Kesehatan jelas mengutamakan hal tersebut daripada pendekatan kuratif dan rehabilitatif.

Pernyataan tersebut disampaikan Ribka Tjiptaning dalam rangka memperingati Hari Ginjal Sedunia (World Kidney Day), yang diperingati setiap Bulan Maret Minggu kedua, dimana tahun ini pucaknya pada tanggal 12 Maret kemarin.

Tema World Kidney Day tahun ini adalah “Kesehatan Ginjal untuk Semua Orang di Mana Saja, dari Pencegahan Hingga Deteksi dan Akses Perawatan yang Pantas”.

Ribka Tjiptaning anggota Komisi IX DPR RI tersebut sangat prihatin tentang meningkatnya penderita gagal ginjal kronik yang berujung cuci darah.

“Menurut data dari Penefri (Perhimpunan Nefrologi Indonesia) ada 499 orang dari 1 juta penduduk Indonesia menjalani cuci darah/ hemodialisis akibat PGK (Penyakit Gagal Ginjal Kronik). Sedangkan di tingkat global 10% penduduk dunia mengalami penyakit ginjal kronis. Gagal ginjal menempati peringkat kedua pembiayaan JKN untuk jenis penyakit katastropik,” ungkap politisi senayan yang juga dokter ini.

Lebih jauh lagi, Ribka Ttiptaning yang juga Ketua DPP PDI Perjuangan ini mengatakan bahwa penyebab utama terjadinya gagal ginjal di Indonesia adalah hipertensi (36 persen) dan diabetes (28 persen).

“Penyakit gagal ginjal bisa dicegah, dan progresivitas penyakitnya menuju gagal ginjal dapat diperlambat. Hal ini harus diperhatikan pemerintah melalui kampanye hidup sehat secara masif dan peduli periksa diri bila terkena hipertensi dan diabetes. Selama ini kampanye yang dilakukan pemerintah kurang maksimal dan sekedar seremonial semata,” kritiknya.

Berkaitan keputusan MA yang menyatakan Perpres No 75 Tahun 2019, Pasal 34, ayat 1 dan 2 sudah tidak berkekuatan hukum lagi, politisi senior PDI Perjuangan ini menyatakan apresiasi kepada Komunitas Pasie Cuci Darah Indonesia (KPCDI) yang telah melakukan uji materi.

“Kami dari seluruh fraksi di Komisi IX sejak semula tidak setuju terhadap rencana kenaikan iuran BPJS K. Bahkan kami sempat tidak mau mau melanjutkan Raker lagi dengan Menkes karena menolak menjalankan keputusan Komisi IX ini,” ungkapnya.

Ribka meminta pemerintah menjalankan keputusan ini dengan sebaik-baiknya. Ribka mengungkap kalau MA menyatakan pembatalan Perpres tersebut selain melanggar UU BPJS, yang menyatakan kenaikan iuran secara berkala, harus menyesuaikan dengan kondisi sosial dan ekonomi, juga melanggar UUD Tahun 1945 pasal 28 H dan 34.

“Setiap orang berhak atas pelayanan kesehatan dan pelayanan atas jaminan sosial. Negara harus menyelenggarakan satu sistim jaminan sosial. Defisit keuangan BPJS K adalah tanggung jawab negara, bukannya dibebankan kepada rakyat,” tegasnya.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here