POSBUMI.COM, JAKARTA – Pandemi Covid-19 telah membawa banyak pengaruh dan perubahan terhadap pola kehidupan sosial, ekonomi, politik, serta pertahanan dan keamanan negara.
Direktur Eksekutif Indonesian Publik Institute (IPI), Karyono Wibowo, mengatakan salah satu kabar tidak baik terkait Covid-19 adalah pernyataan WHO bahwa virus ini tidak akan hilang dari muka bumi walaupun nanti sudah ada vaksinnya.
“Kondisi inilah yang kemudian mengharuskan adanya kehidupan new normal masyarakat, kehidupan baru di era Covid-19,” jelas Karyono dalam diskusi online yang digelar Indonesian Public Institute (IPI) bertema “Implikasi Pandemi COVID-19 Dalam Perspektif Sosial, Ekonomi, Politik, Hukum dan Keamanan”.
Diskusi itu menghadirkan sejumlah narasumber, masing-masing Dr. Yustinus Prastowo (Staf Khusus Menteri Keuangan), Prof.Muradi, Ph.D (Penasehat Ahli Kapolri), Daisy Indira Yasmine, S.Sos., M.Soc.Sci (Sosiolog UI), Stanislaus Riyanta (Pakar Intelijen dan Keamanan UI), Pahala Nainggolan (Deputi Bidang Pencegahan KPK), serta moderator Dinnur Garista W (Sekjen DPP Persaudaraan Pemuda Etnis Nusantara).
Karyono menjelaskan, efek Covid-19 sudah meluas sedemikian rupa sejak masuk ke Indonesia sekitar 3 bulan lalu. Selain masalah kesehatan, efek secara ekonomi sudah sangat terasa karena sudah terjadi PHK massal. Bahkan data dari Kementerian Keuangan ada 5 juta pengangguran baru setelah Covid-19.
Kemudian dari sisi kriminalitas, kata Karyono, data dari kepolisian menyebutkan adanya kenaikan signifikan dalam pelanggaran hukum di wilayah-wilayah zona merah Covid-19.
Yang membuat miris, jelas Karyono, masih adanya banyak benturan kebijakan di internal pemerintah dalam mengatasi Covid-19. Misalnya soal jaringan pengaman sosial atau bansos, ternyata banyak masalah dalam distribusi yang tidak tepat sasaran.
Bahkan, ungkap Karyono, penyaluran bansos ini kerap ditunggangi kepentingan politik menjelang Pilkada, utamanya dilakukan oleh calon petahana.
“Di daerah banyak ditemukan bansos dibandrol foto calon kepala daerah yang akan maju pilkada. Ini bisanya dilakukan oleh calon incumbent,” ungkap Karyono.
Ia pun mendorong pemerintah, melalui Kementerian Dalam Negeri untuk bertindak tegas. Demikian juga Bawaslu harus menindak calon petahana yang menunggangi bansos untuk capital politik.
“Bansos ini harus steril dari kepentingan politik. Belum lagi masalah dalam program kartu pra-kerja yang ditengarai ada kongkalikong,” jelas Karyono.
Oleh sebab itu, Karyono menilai KPK perlu masuk dalam hal pengawasan, pencegahan, dan penindakan.
“Kita dukung KPK tegas bahkan hukuman mati bagi penyelewengan dana bansos. Sebab azasnya keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi. Maka kita perlu support KPK untuk masuk,” paparnya.
Problem lainnya, lanjut Karyono, adalah soal kebijakan pemerintah yang berubah-ubah. Peraturan yang dibuat parsial, sering kali membuat para elit pemerintah saling silang pendapat dan berbeda dalam mengambil kebijakan.
“Maka terjadi blunder, misalnya kenaikan iuran BPJS di tengah kesulitan masyarakat menghadapi wabah Covid-19,” ucapnya.
Lebih jauh sambung Karyono, program penanggulangan pandemi Covid-19 malah dijadikan panggung politik para elit. Dan celakanya, yang memanfaatkan ini bukan hanya lawan politik pemerintah tapi juga kawan politiknya.
“Misalnya Golkar yang elitnya mengkritik kebijakan pemerintah padahal kemenko perekonomian dijabat Ketua Umum Golkar. Demikian juga PDIP, kadernya mengkritisi kartu pra-kerja dan kebijakan soal BPJS,” ujar Karyono.
Alih-alih fokus menangani Covod-19, hal ini justru membuat pemerintah tersandera kepentingan politik di tengah Covid-19.
Karyono menyebut ada empat hal yang harus digarisbawahi dan perlu dilakukan di saat pandemi Covid-19.
Pertama, perkuat gotong royong. Semua harus satu barisan dan saling tolong menolong melawan pandemi Covid-19.
Kedua, utamakan kepentingan rakyat di atas kepentingan pribadi atau kelompok.
Ketiga, kedepankan keselamatan rakyat sebagai hukum tertinggi di tengah ancaman Covid-19,
Dan keempat, harus ada ketegasan hukum dan peraturan yang jelas dalam penanganan Covid-19. Aturan itu tidak boleh saling tumpang tindih.
Sementara itu, dalam kesempatan yang sama Staf Khusus Menteri Keuangan (Menkeu), Yustinus Prastowo, mengatakan ada sejumlah pelajaran dan hikmah yang dapat dipetik dari pandemi Covid-19 ini. Salah satu hikmah dari Pandemi ini, menurut dia adalah adanya semangat membangun solidaritas sosial masyarakat.
“Pandemi ini mengajarkan banyak hal menurut saya, menurut pengamatan kami, pertama menumbuhkan sosial solidarity. Itu modal sosial yang luar biasa, solidaritas sosial yang kuat kalau dikapitaslisasi lalu diagregasi menjadi movement lalu mentransformasi. Ini akan menjadi kekuatan ekonomi baru menurut saya. itu cara merubah paradigma ekonomi kita juga,” papar Prastowo.
Menurutnya, kuatnya solidaritas sosial di tengah masyarakat menjadi koreksi terhadap mekanisme pasar di tengah macetnya pasar itu sendiri. Karena Covid-19, kata Prastowo, supply demand mengalami shock ekonomi tumbuh pada mobilisasi dan mobilitas pergerakan.
“Kalau tidak ada itu tidak ada yang bergerak. tapi kita bisa menunjukkan masyarakat autarki yang bisa memenuhi kebutuhan sendiri. Tidak mengandalkan Bansos, tapi masyarakat saling menyumbang satu sama lain, saling berbagi. Itu kan tidak masuk pada logika ekonomi pasar sebenarnya. Tapi itu terjadi dan kita punya itu. Ini menurut saya akan sangat kuat,” pungkasnya.