POSBUMI.COM, JAKARTA – Puluhan warga perumahan Taman Kencana mendatangi Kantor Kelurahan Cengkareng Barat, Jakarta Barat, pada Jumat (20/9/2024) untuk menolak adanya keberadaan Cetiya Permata Dihati yang kegiatannya dinilai mengganggu ketertiban dan kenyamanan masyarakat sekitar Cluster C Taman Kencana.
Kedatangan warga RW.012 ke kantor Kelurahan Cengkareng Barat di sambut baik Lurah Cengkareng Barat dan Camat Cengkareng beserta jajaran, Babinsa dan Binmas untuk dilakukan mediasi antara kedua belah pihak yang berselisih.
Camat Cengkareng, Faqih dalam rapat mediasi bersama warga dan pihak Cetiya Permata Dihati menyampaikan bahwa untuk menjaga ketertiban umum dan kenyamanan masyarakat pihak Cetiya Permata Dihati siap untuk bekerjasama dengan semua pihak dalam menjaga ketertiban umum dan kerukunan antar sesama.
Faqih menanyakan hasil mediasi yang telah disepakati di DPRD Komisi E ke Pak RW.012.
“Hasil mediasi hanya kesimpulan bukan dari kesepakatan warga, dan mediasi tersebut tidak resmi/tanpa undangan,” kata Faqih, Jumat (20/9/2024).
“Saya tidak bisa memberikan jawaban tapi hanya sebuah kesimpulan dikarenakan forum warga tidak di undang, saya tidak bisa mengambil keputusan,” tambahnya.
Terkait hal tersebut, Ketua RW.012 Perumahan Taman Kencana, Jhony Lim mengungkapkan dahulu saya pernah di somasi oleh salah satu ormas. Bahkan warga saya dilaporkan ke kepolisian tahun 2013 dan 2024 oleh pihak Cetiya.
“Warga sudah habis masa toleransi kepada pihak Cetiya, karena toleransi sudah diberikan selama 10 tahun,” tegas Jhony Lim.
Mendengar keterangan Ketua RW.012 Taman Kencana, Camat Faqih menyarankan Pak RW (Jhony Lim) tidak usah mundur kebelakang lagi. Dan, diminta kepada pihak Cetiya untuk kegiatan ritual keagamaan yang melibatkan banyak orang agar tidak dilakukan di luar gedung atau di jalan, sehingga tidak mengganggu kenyamanan warga lainnya.
“Kalau kegiatan yang melibatkan banyak orang disarankan agar mencari tempat yang sekiranya tidak mengganggu kenyamanan warga lainnya. Terutama warga sekitar tempat ibadah tersebut,” jelas Faqih
Karena, lanjut Camat Faqih, keberadaan Cetiya itu adanya di perempatan jalan kalau kegiatan keagamaan dilakukan di tengah jalan bisa mengganggu kenyamanan warga.
David, warga Taman Kencana dalam rapat menyampaikan bahwa ia juga sama seperti apa yang di rasakan oleh warga lainnya. “Hal ini bukan masalah sentimen umat beragama atau masalah itoleransi namun lebih pada ketertiban administrasi tentang pembangunan rumah ibadah, karena warga sudah memberikan toleransi selama 10 tahun,” ujarnya.
Camat Faqih pun menjawab, ini pertanyaan yang sangat sensitif. Dan menanyakan kembali ke perwakilan warga juga ke RW.
“Seberapa banyak masjid yang punya izin? Hayoo.., masjid di dirikan ada izinnya, seberapa banyak !”.
Lalu di jawab oleh Pak RW, bahwa ada kebutuhan baru ada pengadaan.
Faqih pun berulang kali memberikan pertanyaan yang sama. ” Seberapa banyak masjid dibangun ada izinnya apa tidak ?, Saya orang muslim Pak, tapi saya pertanyakab nah kenapa masih dibiarkan?”
Pak RW dan Ketua LMK RW.12 pun menjawab tentu kebutuhan masyarakat setempat Pak.
Lanjut dia, untuk masalah perizinan administrasi atau pengawasan bangunan tersebut ia mengakui bahwa ada kelalaian atau kesalahan prosedur ketika institusi pemerintah tidak berjalan.
“Mohon maaf saya katakan itu kesalahan itu ada pada diri kami Pak, ada institusi yang berwenang melakukan pengawasan terhadap itu tapi tidak lagi berjalan sebagaimana mestinya, dan ini sudah terjadi dan itu berbentuk sarana ibadah dan kalau itu terjadi pembongkaran rame tidak sedunia?”, ujar Faqih.
Pada kesempatan itu, Camat Faqih juga menekankan pihak cipta karya dan pertanahan untuk melakukan monitoring atau peninjauan ulang soal perizinan gedung tersebut. Soal perizinan atau PBG itu bukan ranahnya, tapi adanya di suku Dinas Cipta Karya dan Pertanahan. Nanti kita akan berkoordinasi dengan Citata untuk melakukan peninjauan soal perizinan tersebut.
Ia juga meminta semua pihak untuk saling menjaga ketertiban umum dan menjunjung tinggi nilai toleransi umat beragama. Agar kita bisa hidup rukun dan damai dalam bingkai Kebhinekaan Tunggal Ika.
Perwakilan forum warga RW.012, Charlie Manopo dalam rapat mediasi menyampaikan bahwa komplainan warga kami merasa terganggu. Pasalnya, ini bukan masalah penistaan agamanya, dan tidak mempermasalahkan agama.
“Kami seperti berada di jaman penjajahan, dimana orang asing yang masuk ke wilayah kami dan melakukan kegiatan yang tanpa seijin kami. Saya menyampaikan amanah dari warga bahwa tidak boleh ada aktivitas kegiatan Cetiya di jalanan apalagi dengan adanya kebisingan dan bakar-bakar kertas dan perayaan di jalan, karena jalanan tersebut hanya untuk akses jalan warga cluster C, bukan jalan umum. Umat Cetiya tersebut bukan semua dari warga RW 012, dan warga cluster C 98% tidak membutuhkan gedung dan kegiatan itu,” paparnya.
Karena dari awal, lanjut Charlie yang kami tahu bangunan tersebut adalah menggunakan izin rumah tinggal, sekarang berubah fungsi menjadi tempat ibadah di tengah pemukiman warga. “Kegiatan keagamaan yang dilakukan itu sangat mengganggu kenyamanan warga untuk melakukan aktivitas, karena sering menutupi akses jalan kami sebagai warga,” jelasnya.
Oleh karena itu, ia berharap perselisihan antara warga dengan Cetiya ini cepat selesai dan warga bisa kembali rukun dengan saling menghargai sesama.
Selain itu, Ketua RW juga berharap pihak pemda untuk meninjau kembali masalah perizinannya. “Dan tentunya masalah ini bisa diselesaikan dengan cepat sehingga warga bisa tenang dan damai semua,” tegasnya.
Meski demikian, pihak Camat selalu berargumen tidak mau melihat masalah ke belakang. Dimana, seharusnya tahu ada masalah sekarang karena ada awal yang tidak baik. Namun ini selalu kita di pihak warga di giring ke arah yang kita harus terima mediasi dan terima keberadaan mereka dengan persyaratan tertentu dengan mengesampingkan izin zona rumah tinggal, keterangan resmi FKUB, keterangan resmi Walubi, izin dari warga cluster C, mengesampingkan kenyamanan warga RW 012. (Mega)